Pengujian Fitoaktivitas

A. Anti-bakteri

Antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme bakteri patogen. Bakteri patogen dapat berbahaya karena kemampuan menginfeksi dan menimbulkan penyakit serta merusak bahan pangan.

Berdasarkan daya kerjanya, antibakteri dibagi dalam dua kelompok, yaitu antibakteri  bakteriostatik  dan  antibakteri  bakterisidik.  Kelompok  pertama menghambat  pertumbuhan  dan  perkembangan  bakteri,  kelompok  kedua  bekerja mematikan  bakteri  tersebut.  Daya  kerja  ini  nampaknya  berkaitan  pula  dengan mekanisme kerja antibakteri tersebut. Berdasarkan mekanisme kerjanya, dibagi dalam lima kelompok yaitu dengan mengganggu metabolisme sel bakteri, menghambat sintesis dinding sel bakteri, mengganggu keutuhan membran sel bakteri, menghambat sintesis protein sel bakteri dan menghambat sintesis asam nukleat sel bakteri.

Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode pengenceran. Disc diffusion test atau uji difusi disk dilakukan dengan mengukur diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak. Syarat jumlah bakteri untuk uji kepekaan/sensitivitas yaitu 105-108 cfu/mL.

Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering  digunakan untuk uji aktivitas antibakteri. Metode difusi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu metode silinder, metode lubang/sumuran dan metode cakram kertas.

Metode lubang/sumuran yaitu membuat lubang pada agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Jumlah dan letak lubang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian lubang diinjeksikan dengan ekstrak yang akan diuji. Setelah dilakukan inkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan di sekeliling lubang.

Metode lempeng silinder yaitu difusi antibiotik dari silinder yang tegak lurus pada  lapisan agar padat dalam cawan petri atau lempeng yang berisi biakan mikroba uji pada jumlah tertentu sehingga mikroba dapat dihambat pertumbuhannya.

Metode difusi cakram prinsip kerjanya adalah bahan uji dijenuhkan ke dalam kertas cakram (cakram kertas). Cakram kertas yang mengandung bahan tertentu ditanam pada media perbenihan agar padat yang telah dicampur dengan mikroba yang diuji, kemudian diinkubasikan 350C selama 18-24 jam. Area (zona) jernih disekitar cakram kertas diamati untuk menunjukkan ada tidaknya pertumbuhan mikroba. Selama inkubasi, bahan uji berdifusi dari kertas cakram ke dalam agar-agar itu, sebuah zona inhibisi dengan demikian akan terbentuk. Diameter zona sebanding dengan jumlah bahan uji yang ditambahkan ke kertas cakram. Metode ini secara rutin digunakan untuk menguji sensitivitas antibiotik untuk bakteri patogen.


B. Uji Brine Shrimps Lethality Test (BSLT)

Pada uji ini digunakan larva udang Artemia salina sebagai hewan uji. Telur Artemia salina ditetaskan dalam air laut buatan (38 gram garam dapur dalam 1000 mL air suling) di bawah lampu TL 15 watt. Setelah 48 jam, telur menetas menjadi nauplii instar III/IV dan siap digunakan sebagai hewan uji. Sebagai larutan stok, ekstrak makro-mikroalga dilarutkan dalam dimetil sulfoksida (DMSO). Selanjutnya, dibuat seri konsentrasi ekstrak sebesar 12.5, 25 dan 50 ppm dari larutan stok tersebut. Pengenceran dilakukan dengan menggunakan larutan garam fisiologis. Konsentrasi akhir DMSO dalam larutan perlakuan tersebut tidak boleh melebihi 5 %. Sebagai kontrol, digunakan larutan garam dan DMSO tanpa ekstrak. Maksimal kematian larva Artemia salina pada kontrol tidak boleh melebihi 10 % dari total populasi uji. Sepuluh ekor larva Artemia salina dimasukkan ke dalam vial yang berisi ekstrak sampel dalam berbagai seri konsentrasi. Masing-masing perlakuan dan kontrol dilakukan tiga kali ulangan. Selanjutnya, semua vial diinkubasikan di bawah lampu TL 15 watt selama 24 jam. Setelah diinkubasi, jumlah larva Artemia salina yang mati pada tiap vial dihitung untuk menentukan persentase kematiannya. Nilai Lethal Concentration 50 (LC50) dihitung dengan menggunakan analisis probit dengan program MINITAB versi 13.2 dengan selang kepercayaan 95%.


C. Uji Antioksidan Metode DPPH

1. Analisis Kualitatif
Analisis antioksidan kualitatif dilakukan dengan menggunakan instrumentasi HP-TLC dengan detektor kualitatif DPPH reagent sprayer. Hasil positif akan terlihat jika bercak sampel akan mengubah warna ungu DPPH menjadi kuning. Semakin kuat warna kuning pada bercak, maka dapat dihipotesis bahwa daya antioksidan sampel semakin kuat.


2. Analisis Kuantitatif
Prosedur metode uji yang dilakukan ini didasarkan pada metode Chow, et al. (2003) dengan sedikit modifikasi. Pertama-tama larutan blanko dibuat dari larutan 1 ml DPPH 0,1 N lalu ditambahkan dengan metanol hingga menjadi 5 ml. Sampel uji kemudian dibuat dengan konsentrasi 20 ppm, sesuai dengan konsentrasi batasan untuk menentukan bahwa senyawa antioksidan tersebut potensial atau tidak, kemudian tiap sampel yang ditakar dengan volume yang sama ditambahkan dengan 1 ml DPPH dan diencerkan dengan metanol hingga volumenya menjadi 5 ml. Setelah sampel dinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit, perhitungan kuantitatif dapat dilakukan dengan mempergunakan spektrometer UV-Vis pada panjang gelombang 515 nm.

Daya inhibisi radikal bebas sampel dapat dihitung dengan rumus berikut.

                       Abs. Standar - Abs. Sampel
% Inhibisi = -------------------------------------- x 100
                                   Abs. Standar
Jika persentase inhibisi pada konsentrasi 20 ppm tersebut diatas 50%, maka tergolong kepada aktif antioksidan.


D. Uji Sitotoksik dan Induksi Apoptosis
Uji sitotoksik biasanya menggunakan 3 jenis sel lestari (cell lines) misalkan sel HeLa (sel kanker serviks), sel T47D (sel kanker payudara) dan sel kanker kolon. Ketiga sel tersebut berbentuk epitelial, monolayer dan melekat kuat pada flask kultur.


1. Pembuatan Media Kultur RPMI  dan D-MEM
Media kultur RPMI dibuat dengan melarutkan 10,4 g RPMI 1640 Powder (Sigma) dimasukkan ke dalam 800 ml aquades steril, kemudian ditambah  2 g NaHCO3 (Merck).  Campuran ditambah dengan aquades steril hingga volumenya 1 liter lalu dihomogenkan. Untuk menjaga keseimbangan larutan agar tetap netral (pH 7,2-7,4) dilakukan dengan menambahan 1 M NaOH atau 1 M HCl. Selanjutnya campuran disterilisasi dengan cara menyaring menggunakan filter Whatman 0,2 µm.  Pada campuran ditambahkan Fetal Bovine Serum (Gibco) 10 %,  penstrep 2 % (Gibco) dan fungizon 1 % (Gibco).  Proses pembuatan medium D-MEM sama seperti membuat medium RPMI, tetapi D-MEM yang digunakan untuk membuat 1 liter media sejumlah 13.88 gram.

2. Pelaksanaan Uji Sitotoksik

Ekstrak yang akan diuji dilarutkan dalam DMSO p.a dengan seri konsentrasi 25, 50 dan 100 ppm untuk ekstrak kasar, sedangkan ekstrak hasil partisi maupun kolom dibuat dengan seri konsentrasi 10, 25, 50, 100, dan 200 ppm. Sebanyak 100 μL larutan ekstrak dimasukan ke dalam tiap sumur pada pelat mikro 96 sumur. Sebanyak 100 μL suspensi sel dimasukkan ke dalam tiap sumur. Jumlah sel yang digunakan berjumlah 2 x 104 sel/sumur. Sebagai pembanding digunakan kontrol yang terdiri dari 3 jenis, yaitu kontrol sel (100 μL sel + 100 μL media), kontrol sampel (100 μL ekstrak + 100 μL media) dan kontrol media (200 μL media). Semua perlakuan dibuat dengan 3 kali ulangan. Selanjutnya dilakukan inkubasi selama 24 jam pada inkubator CO2. Setelah 24 jam ditambahkan 10 μL larutan MTT ke dalam tiap sumur. Sediaan diinkubasi kembali pada inkubator CO2 selama 4 jam, kemudian ditambahkan 100 μL sodium dedosil sulfat (SDS) 10 %. Sediaan diinkubasi kembali selama 12 jam pada suhu kamar dalam ruang gelap. Setelah 12 jam, absorbansi sediaan pada tiap sumur tiap sumur dibaca dengan spektrofotometer ELISA mcroplate reader pada panjang gelombang 570 nm. Besarnya tingkat kematian sel akibat pengaruh pemberian ekstrak dihitung dengan membandingkannya terhadap kontrol. Semakin tinggi jumlah sel yang hidup (viabel), maka sel yang mati dianggap semakin sedikit. Penentuan persentase kematian sel dihitung berdasarkan rumus (A-B)/A x 100%, dimana A adalah jumlah sel yang hidup (viabel) pada sumuran kontrol sel (tanpa perlakuan ekstrak), dan B adalah jumlah sel yang hidup pada sumuran yang diberi ekstrak uji. Perhitungan nilai LC50 (dalam dalam satuan µg/ml atau ppm) dilakukan dengan menggunakan analisis probit. Nilai Lethal Concentration 50 (LC50) dihitung dengan menggunakan analisis probit dengan program MINITAB versi 13.2 dengan selang kepercayaan 95%.




2 comments: